Halaqoh 6: Keutamaan Niat
Ust. Tauhiddin Ali Rusdi Sahal, Lc
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِِ
Mu'alif
membawakan riwayat dari Umar bin khatab berkata bahwasannya
"seutama-utamanya amal adalah menunaikan apa yang Allah fardhukan dan
meninggalkan apa-apa yang Allah haramkan dan niat yang benar dalam hal meraih
pahala kepada Allah SWT.
Umar bin
khatab berkata, yang paling utama dari semua amal adalah:
1. Melaksanakan apa
yang Allah fardhukan.
Karena fardhu lebih utama dari yang sunnah, banyak diantara
kita terjebak, lebih mengutamakan sunnah daripada fardhu.
Diantara ibadah fardhu yang HILANG dari kita adalah menuntut
ilmu,ilmu disini adalah ilmu syar'i.
Diantara yang kita terjebak antara perkara yang fardhu dgn
yg bukan fardhu dan lebih mendahulukan yg bukan fardhu adalah dlm masalah infaq
atau shadaqoh.
Menurut hadits nabi:
"Dinar atau uang, harta yang kau infaq kan di jalan
Allah(jihad), dinar yg kau infaq kan kpd org miskin dan dinar yg kau infaq kan
kepada keluargamu yang paling besar pahalanya adalah yang engkau infaq kan kpd
keluargamu"
Hal ini karena menafkahi anak istri, keluarga, kerabat yang
fakir/yg tdk mampu dan kalau kita mampu adalah kewajiban bagi kita.
Infaq kepada keluarga lebih utama dibanding infaq kepada yg
tidak mampu, krn termasuk nafkah wajib.
Diantara yg sering terjebak adalah thalabul ilmi, padahal
nabi bersabda :
Menuntut ilmu adalah keWAJIBan bagi seorang muslim.
Ilmu yg d maksud adalah ilmu syar'i.
Menghafal, mencatat,mengulang2 kembali atau
mempelajarinya bagian dari FARDHU.
2. Meninggalkan (wara') apa2 yang Allah haramkan.
Karena setiap apa yg Allah haramkan adalah PASTI bagi
hambaNya MAMPU untuk meninggalkan.
Nabi
bersabda:"dan apabila aku melarang terhadap sesuatu, maka
tinggalkanlah".
Berbeda
dengan perintah, sesuai kadar kemampuan, yang masih ada keringanan seperti
ketika sholat kita tidak mampu berdiri maka boleh duduk dst.
3. Niat yang benar untuk meraih pahala disisi Allah
Subhanahu wata'ala.
Tanpa niat yg benar pahala tidak bisa kita raih.
Jika amal besar tapi niat tidak benar atau tidak karna Allah
maka tidak ada nilainya dimata Allah tetapi jika niatnya benar karena Allah SWT
walau kecil tetap saja terlihat besar dimata Allah.
krn niat
letaknya di hati.
Berkata
sebagian salaf:
"berapa banyak amal yg kecil menjadi besar"
dikarenakan niat.
Contoh: menyingkirkan duri di jalan bagi pengguna jalan
tanpa pamrih.
Dan berapa banyak amal yg besar menjadi kecil dikarenakan
niat.
Contoh: ibadah jihad dgn harta dan jiwa, ibadah haji akan
menjadi kecil pahalanya ( tidak bernilai pahala) apabila tidak disertai dgn
ikhlas.
Menuntut
ilmu keutamaan yg besar, ibadah yg besar, kewajiban yg besar tp kl tidak
disertai niat yg benar krn Allah sirna pahala, berkurang atau hilang sama
sekali.
Bahkan
perkara mubah rutinitas sehari2 (makan,minum) tidak berpahala tp krn niat yg
benar agar ibadah semakin kuat, agar mampu melaksanakan ketaatan kpd Allah dgn
sempurna, maka disaat itu perkara duniawi menjadi bernilai pahala disisi Allah.
Yahya bin
Abi Katsir mengatakan "belajarlah niat,pelajarilah niat karena
sesungguhnya niat itu lebih menyampaikan
tujuan daripada amal".
Sekedar niat yg baik sudah dicatat pahala amal
shalih, tetapi amal shalih blm pasti diterima jk niatnya tdk benar. Apakah niat
harus dilafadzkan?
Telah Sahih dari ibnu umar
"bahwasanya bliau mendengar seseorang tatkala sedang ihram ya Allah
aku hendak berhaji dan berumroh, maka ibnu umar berkata kpd org itu apakah
engkau hendak memberi tahu org lain.? Bukankah Allah mengetahui yg ada dalam
hatimu???.
Hal ini
karena niat adalah maksud hati atau kehendak hati,jadi niat tidak perlu
dilafadzkan, dalam ibadah apapun.
Kecuali pd
ibadah haji dan umroh, meski sejatinya
bukan niat melainkan talbiyyah/ihlal.
______________________
0 comments:
Post a Comment